PPATK: Malinda Melakukan Pencucian Uang
Ketua Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyatakan, Inong Malinda Dee diduga melakukan praktik pencucian uang. Menurutnya, dalam perkembangan kasus tersangka pembobolan dana nasabah Private Banking Citibank itu kental dengan unsur-unsur pencucian uang.
Menurut data PPATK, terungkap dana yang dibobol eks Manajer Relationship Citibank itu mengalir melalui 28 transaksi perbankan."Transaksi tersebar di delapan bank dan dua asuransi. Kasus Melinda jelas-jelas ada unsur pencucian uang, seperti adanya transfer, pembelian kendaraan, dan lainnya," kata Yunus kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (13/4).
Dengan demikian, lanjut Yunus, Malinda dapat dijerat dengan Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencucian Uang. Dalam pasal tersebut dinyatakan, siapa pun yang melakukan transaksi perbankan guna mengubah atau menukar harta kekayaan yang semestinya dicurigai atau tak patut, diancam denda Rp 10 Miliar dengan penjara selama 20 tahun.
Menurut analis senior PPATK, ada beberapa modus pencucian uang. Di antaranya, menitipkan uang hasil kejahatan di sejumlah rekening milik orang lain ataupun membentuk usaha baru dengan maksud memberikan legitimasi atas kekayaan hasil tindak pidana. "Makanya kepatutan itu sendiri mesti dilihat dari profil seseorang. Tidak bisa sekadar menerima dan menyimpan dana nasabah. Harus dilihat juga apakah mungkin nasabah bisa mempunyai harta tersebut," tandasnya.
Dalam kasus Malinda, PPATK hingga kini belum bisa membongkar identitas para nasabah private banking. Alasannya, hal itu merupakan hak nasabah untuk melaporkannya.(BJK/YUS)
Jejak Pencucian Uang Malinda Dee
Dugaan adanya praktik pencucian uang di balik kasus penggelapan uang nasabah oleh Malinda Dee terus merebak. Berbagai jejak yang mengarah ke sana pun mulai diindikasikan banyak praktisi dan pengamat hukum serta perbankan.
Jejak yang paling mengarah disebut-sebut adalah tidak adanya nasabah yang jadi korban yang ribut-ribut meminta haknya maupun mengadu ke polisi.
Realitas itu membangkitkan keheranan banyak kalangan. Sebab, kasusnya sendiri begitu hiruk pikuk. Apalagi jumlah nasabah Citibank yang ditangani Malinda tidak kurang dari 236 nasabah.
“Bukan sesuatu yang mustahil para nasabah itu adalah oran-orang sangat kaya yang hartanya tidak ingin diketahui banyak orang. Kenapa tidak mau diketahui? Bukan hanya karena takut jadi sasaran rampok, tapi bisa jadi asal usul uangnya juga tidak jelas,” ungkap praktisi hukum Luhut MP Pangaribuan di Jakarta, Rabu 6 April 2011 malam.
Kemungkinan lain adalah para orang kaya yang menjadi nasabah mantan Senior Relationship Manager Citibank ini sengaja tidak mau diketahui karena menghindari kewajiban pajak dari uang besarnya itu.
Secara logika, kata Luhut, banyak hal yang ganjil dalam kasus Malinda ini. Selain tidak ada korban yang ribut-ribut, juga perpindahan uang dari rekening nasabah di Citibank ke rekening Malinda.
“Menimbulkan tanda tanya apakah sengaja dipindahkan atau sudah melalui kesepakatan untuk dikembangkan lewat jalur pinjam-meminjam dengan deal-deal keuntungan. Tujuannya supaya uang berputar dan tercucikan,” ungkap Luhut.
Ia menambahkan, perpindahan uang itu bukan terjadi dalam satu dua bulan. Tapi bertahun-tahun. “Bisa jadi ini adalah bagian dari modus pencucian uang para orang kaya yang tidak mau diketahui asal usul kekayaannya,” sebut Luhut.
Praktik-praktik pencucian uang dengan cara-cara seperti itu, menurutnya, bukan sesuatu yang asing di Indonesia. Buktinya, kata dia, Indonesia sudah menerbitkan tiga UU terkait dengan tindak pidana pencucian uang.
“UU-nya terus diperbaharaui. Itu artinya dari tahun ke tahun ada peningkatan kualitas tindak pidana pencucian uang sehingga pemerintah harus mengantisipasinya dengan merevisi regulasi dan sanksi hukum,” jelasnya.
Tiga UU yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang yang diterbitkan pemerintah terdiri dari UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 25 Tahun 2003 tentanghal sama, dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang.
Modus-modus yang ada itu harus ditelusuri polisi. Sehingga bukan hanya Malinda yang bisa dijerat. Tetapi juga para nasabah kaya yang tidak mau diketahui asal-usul kekayaannya, disamping pihak Citibank yang melonggarkan pengawasan sehingga praktik itu bisa berlangsung bertahun-tahun.
Pihak kepolisian tidak menafikan jejak-jejak pencucian uang yang muncul dalam kasus ini. “Kita terus melakukan pendalaman terhadap berbagai kemungkinan, termasuk kemungkinan adanya praktik pencucian uang dalam kasus Malinda,” ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anton Bahrul Alam. (ham)
Melinda Dee Dituntut 13 Tahun Penjara
Pembobol Citybank Inong Malinda Dee dituntut dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar (subsider 7 bulan kurungan) atas kasus yang menimpanya. Tuntutan tersebut di bacakan oleh Jaksa Penuntut Umum PN Jakarta Selatan.
Kabar akan Melinda Dee memang membuat heboh Indonesia beberapa waktu lalu, yang mana MD didakwa atas kasus penggelapan uang dan terlibat dalam praktik pencucian uang total Rp 40 miliar. Jumlah yang sangat fantastis memang, Inong Melinda Dee yang juga sebagai Citigold Executive dengan 209 nasabah sangat mudah dalam melakukan aksinya tersebut.
Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, MD dengan sengaja mengisi form kosong dan pemindahbukuan berlanjut meminta tanda tangan yang digunakan seolah-olah untuk kepentingan nasabah. Dari sinilah proses pentransferan dana dari nasabah pun berlangsung yang di alihkan ke nomor rekening adiknya. Aksinya berlanjut ke pencucian uang dimana Melinda Dee dengan sengaja menyembunyikan asal muasal tindak pidananya. Sejumlah dana hasil kejahatan dia transfer dari dan ke perusahaan jasa keuangan agar aman dan tidak mudah terdeteksi.
Pengacara Duga Keterlibatan Atasan Malinda Dee
Sidang lanjutan kasus tindak pidana perbankan dan pencucian uang nasabah Citibank dengan terdakwa bekas Senior Manager of Relationship Citibank Indonesia, Inong Malinda Dee, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 14 November 2011, dengan agenda minta keterangan saksi.
Keempat saksi yang dihadirkan antara lain Vice President Retail Bank Head Citibank Indonesia Meliana Sutikno; HRD Retail Bank Citibank Indonesia Vera Tarmihaja; Internal Investigator Citibank Indonesia Espandiary Akbar; dan pengacara Citibank, Rizki Marjuki.
Pengacara Malinda, Batara Simbolon, menduga keterlibatan atasan Malinda atau pejabat di atas teller sehingga harus ikut bertanggung jawab dalam kasus ini.
“Menurut standar operasional Citibank, transaksi di atas Rp 300 juta sudah bukan kewenangan teller, kenapa bisa lolos? Orang Citibank juga yang bilang kalau speciment tanda tangan diverifikasi pakai alat. Ini bank kelas Amerika, enggak mungkin salah,” kata Batara usai sidang.
Batara juga melihat ada kejanggalan pada modus pencucian uang nasabah melalui transaksi liar yang baru diketahui 2011. Padahal transaksi sudah terjadi sejak 2007.
“Kenapa audit internal yang dilakukan tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, dan triwulan tidak menemukan transaksi seperti ini? Dalam manajemen bank, jika ada kesalahan selisih Rp 1.000 saja, petugas bank enggak boleh pulang,” katanya.
Hakim ketua, Gusrizal, menanyakan kepada manajemen Citibank tentang standar operasional transaksi di Citibank.
“Kenapa sampai terjadi ada transaksi di atas Rp 300 juta dan bahkan miliaran tanpa sepengetahuan nasabah? Dan kenapa baru diketahui tahun 2011, padahal kan sudah terjadi sejak 2007?” tanyanya.
Dalam kesaksiannya, Meliana mengakui jika untuk transaksi, terutama di atas Rp 300 juta, harus dilakukan nasabah sendiri dengan verifikasi yang ketat. “Transaksi di atas Rp 300 juta harus diverifikasi head of teller atau supervisor-nya,” katanya.
Meliana menduga ada perbuatan yang terencana oleh Malinda dan beberapa orang sehingga bank terkelabui. “Kami menyerahkan ke pengadilan untuk membuktikannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, beberapa teller yang diperiksanya mengaku dari 117 transaksi, 90 persen di antaranya diketahui nasabah yang memang datang ke bank.
“Padahal setelah kami investigasi, faktanya tidak seperti itu. Nasabah tidak tahu-menahu dan tidak kenal dengan nama orang tujuan transaksi,” ungkapnya.
Transaksi dilakukan oleh sedikitnya tiga rekening nasabah ke beberapa kerabat Malinda. Di antaranya adik kandungnya, Visca Lovitasari; dan Ismail, adik dari suami sirinya, Andhika Gumilang.
Manajemen Citibank juga menemukan transaksi pembelian beberapa aset, seperti mobil mewah dan apartemen. “Ada 117 transaksi yang dilakukan tanpa sepengetahuan nasabah. Kerugiannya mencapai Rp 44 miliar,” tegas Espandiary.
Menurutnya, modus transaksi liar itu dengan cara memalsukan tanda tangan nasabah atau meminta tanda tangan nasabah dalam form yang belum disebutkan tujuan transaksinya.
Citibank telah mengganti sebagian besar dana nasabah yang dicuri tersebut. Sidang akan dilanjutkan 16 November 2011 dengan agenda meminta keterangan saksi lainnya.
Korban Malinda Akan Bersaksi di Sidang
Tersangka kasus pencucian uang dan kejahatan perbankan, Inong Malinda Dee, hari ini akan kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agenda sidang hari ini, Rabu, 16 November 2011, adalah mendengarkan kesaksian para korban.
"Ada sidangnya, agendanya saksi," kata pengacara Malinda, Batara Simbolon, hari ini.
Batara mengatakan para saksi yang akan hadir antara lain Brand Manager Land Mark, Paulina, serta tiga korban praktek pencucian uang Malinda yaitu Suryati T. Budiman, Rohli bin Pateni, dan Susetyo.
Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Matius Samiaji, membenarkan hal tersebut. Sidang Malinda dilaksanakan hari ini karena Ketua Majelis persidangan setiap hari Selasa harus memimpin sidang di Pengadilan Tipikor. Malinda sudah menjalani sidang mendengarkan saksi pada hari Senin lalu.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa tersangka Inong Malinda Dee telah melakukan penggelapan dan pencucian uang melalui 117 transaksi. Total dana nasabah yang digelapkan mantan Senior Manager of Relationship Citibank ini mencapai Rp 40 miliar. Transaksi ini diduga terjadi mulai 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011.
Malinda diduga telah mengalirkan milliaran dana nasabahnya ke beberapa rekening yang kemudian diketahui ditransfer kembali ke rekening miliknya. Transaksi ini terdiri dari 64 transaksi uang rupiah senilai Rp 27,36 miliar dan 53 transaksi uang dolar senilai US$ 2,08 juta.
Malinda dijerat pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, ia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 65 KUHP.
Ia juga dijerat Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, ia dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Hingga saat ini pihak JPU memang belum memberikan tuntutan hukuman terhadap Malinda secara pasti. Namun Malinda dapat dituntut maksimal 15 tahun penjara.
PPATK Puas Malinda Dee Dihukum Penjara 8 Tahun dan Denda Rp 10 Miliar
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan apresiasi terhadap Jaksa dan Hakim dalam kasus penggelapan dana nasabah Citibank yang dilakukan Malinda Dee. Hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar diharapkan bisa menjadi efek jera bagi masyarakat.
"Apresiasi yang tinggi harus diberikan kepada Jaksa dan Hakim yang telah berhasil membongkar praktek penggelapan dana nasabah dan pencucian uang dalam perkara Malinda Dee," ungkap Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada detikFinance ketika dikonfirmasi soal Malinda Dee di Jakarta, Kamis (8/3/2012).
"Hukuman cukup berat dimana 8 tahun plus denda Rp 10 miliar. Mudah-mudahan putusan ini bisa memberikan efek jera dan menjadi pelajaran," imbuh Agus.
Dijelaskan Agus, masyarakat harusnya bisa mengambil hikmah dibalik kasus Malinda Dee ini. Sehingga, kedepan segala praktek pencucian uang bisa diberantas dari hukuman yang berat tersebut.
"Itu prestasi bagus dalam penegakan hukum kita," tutupnya.
Malinda sebelumnya divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Mantan pegawai Citibank itu terbukti melakukan penggelapan dan pemindahan rekening nasabah, serta pencucian uang.
Usai sidang, kuasa hukum Malinda, Suwidji, mengatakan sedang berpikir untuk melakukan banding. "Untuk keputusannya kami cukup puas, tapi fakta persidangannya kami tidak puas," katanya.
Sementara itu JPU yang dikomandoi Tatang Sutarna juga menyatakan pikir-pikir atas vonis 8 tahun penjara bagi Malinda itu.
SUMBER: