CINTA VS PERSAHABATAN
Kelas telah selesai dan aku
bergegas menuju kantin untuk makan siang bersama dengan teman-teman baikku.
“Sis makan siang bareng yuk di kantin belakang kampus?” ajakku
kepada Sisca yang masih sibuk menyalin catatan dari dosen.
“Iya Airi nanti saja aku
menyusul, tanggung tinggal sedikit lagi nih.” jawab Sisca sambil terus
mencatat.
“Oke kalau begitu kita jalan
duluan ya.”
Setibanya di kantin, aku bersama
teman-teman yang lain duduk di tempat favorit mereka. Sambil menunggu pesanan
makanan mereka datang, mereka berbincang-bincang dan bercanda. Tak lama kemudian Sisca pun
datang.
“Hallo, maaf ya lama. Tadi aku
bertemu teman lama jadi ngobrol dulu deh. Hehehehe.” Sisca datang dengan
tingkahnya yang heboh.
“Ya sudah Sis kamu mau pesan apa?
Kami semua sudah memesan makanan.”
“Pacar kamu mana Ai? Tumben
kalian pisah. Biasanya juga kemana-kemana selalu berdua.” tanya Sisca sambil
melihat daftar menu.
“Paling juga lagi berantem.”,
cetus Rizal yang saat itu juga makan siang bersama kami.
“Nggak tuh. Cuma lagi males
berdua aja. Hehehe.” akupun menjawab sambil tersenyum, namun dalam hatiku tidak
menyangkal perkataan Rizal bahwa aku dan pacarku memang sedang ada masalah.
“Ah bohong ah, keliatan tuh. Dari
masih di kelas kalian nggak saling tegor.” Rizal masih terus menggodaku.
“Ih apasih zal.” sangkalku, ”Sis
kamu masih suka smsan sama Fadil?” tanyaku kepada Sisca untuk mengalihkan
pembicaraan.
“Sudah nggak lagi Ai, kan dia
sekarang sudah ada yang punya. Ya walau belum resmi juga sih.”
“Ah kamu cemburu ya? Hayo ngaku
aja Sis aku tau kok. Keliatan lagi. Hahahaha.” aku mencoba menggoda Sisca yang
saat itu sudah nampak sangat kelaparan.
“Apaan sih Airi. Sudah nggak usah
dibahas lagi deh. Toh udah jadi punya orang ini.” Sisca mencoba menyangkal.
“Hoy ke kantin nggak
ngajak-ngajak nih. Aku cariin juga
tadi.”, tiba-tiba Bobby datang dan langsung duduk di sampingku. “Sayaaaaaang.”,
panggil Bobby kepadaku sambil mencubit gemas pipiku. Ya, Bobby memang sangat
konyol, dia sering sekali mencubitku karna gemas, dialah pacarku.
“Ih sakit tau. Ngapain kesini?
Malesin banget deh.” cetusku dengan muka cemberut.
“Kamu jangan kaya gitu dong
sayang. Hehehe. Makanya kamu jangan bikin aku bete, kan aku jadi kesel. Kita
baikan ya?”, Bobby mencoba merayuku agar tidak ngambek lagi.
“Hmmmm.”, jawabku dengan singkat.
“Sis aku mau tanya, sebenarnya waktu kamu masih dekat dengan Fadil kamu ada
perasaan nggak sih ke dia?”, aku melanjutkan obrolanku dengan Sisca yang tadi
terpotong oleh Bobby.
“Wah yang kaya gini yang harus
didengerin baik-baik, iya gak By?”, celetus Rizal
“Asli, ini mah langsung tembak
pada sasaran banget ini Zal.”, jawab Bobby sambil melirik ke arah Sisca.
“Uhuuuuk!”, Sisca tersedak, “Aduuuh
apaan sih kok kalian gitu. Kan gak enak kalo ada yang denger. Nanti dikiranya aku
mau ngerebut gebetan orang lagi.”
“Santai sii. Ada yang denger juga
biarin aja, orang dia punya kuping ini pasti denger lah.”, Bobby mulai mengoceh
dengan kata-katanya yang konyol.
“Jujur Sis, pokoknya jawab yang
seeeeejujur jujurnya. Penasaran nih.”, aku mendesak Sisca untuk bicara.
“Gimana ya? Dibilang suka sih
nggak. Cuma ada perasaan beda aja. Ya secara dia sms tiap hari, ngasih
perhatian juga, dan bahasa smsnya itu berbeda sama kalau kalian sms aku.”,
jawab Sisca dengan suara berbisik.
“Iyalah pasti ada perasaan. Siapa
juga sih yang nggak luluh kalau diberi perhatian lebih. Tapi maaf, ternyata dia
seperti itu tidak hanya sama kamu saja.”, celetus Lina yang tiba-tiba datang
dari belakang. Ternyata dia daritadi menguping pembicaraan kami. Kamipun sentak
terkejut dan terdiam sejenak.
“Eh Lin, sejak kapan ada disitu?
Sendiri aja? Sudah makan siang? Ayo aku temani.”, Rizal mencoba mengalihkan
pembicaraan. Rizal yang juga menyukai Lina hanya saja Lina lah orang yang
sedang dekat dengan Fadil saat ini.
“Sudah lama aku disitu. Iya
sendiri, niatnya sih mau makan siang cuma mendadak kenyang.”, jawab Lina yang
bergegas pergi dari meja tempatku, Bobby, Sisca dan Rizal makan siang.
“Waduh bisa jadi konflik nih.”,
ujar Bobby.
“Asli by, apalagi kalo Lina
sampai menceritakan semuanya ke Fadil.”, jawab Rizal.
Semua berlalu dan masih nampak
seperti biasanya. Sampai Fadil mulai bersikap tidak seperti biasanya kepada
Sisca dan teman-temanku yang lainnya. Dia bersikap kaku seolah seperti orang
yang tidak saling mengenal. Hingga Siscapun merasa kesal dan bertanya-tanya
sebenarnya apa yang sedang terjadi.
Keesokan harinya di kampus, Lina
berjalan ke arah Sisca sambil tersenyum dan berkata,”Fadil sudah tau semuanya.”
“Maksud kamu apa?”, tanya Sisca,”Lina
kamu cerita apa sama Fadil.”, Sisca nampak sangat marah.
Lina hanya diam dan lantas pergi
begitu saja, berkumpul bersama dengan teman-temannya dan mungkin saja sedang
membicarakan Sisca. Sisca merasa kesal. Terlebih saat melihat perbincangan Lina
dengan seorang temannya di salah satu media sosial yang seolah Sisca itu ingin
merebut Fadil.
*CRING!* (smartphoneku berbunyi)
Sisca: “Ai lihat deh, mereka kok jahat sih sama aku?
Aku kan nggak pernah jahat sama mereka. Menjelek-jelekan
mereka saja aku nggak pernah. Tapi kenapa mereka seperti itu sama aku?”
Aku : “Sabar
ya Sis. Kalian omongin aja bertiga dan selesaikan masalahnya baik-baik. Jangan
sampai kita ada
masalah ya.”
Sisca: “Iya nanti pasti. Aku juga nggak mau ada
masalah di antara kita.”
Hari berganti dan masalah
tersebut semakin meruncing. Sikap Lina dan teman-temannya semakin tidak biasa
dan mencurigakan. Di depan kami, mereka bersikap biasa saja dan tetap dekat.
Hanya saja di belakang kami, mereka seperti membicaraka dan menyindir Sisca
secara halus. Sikap Lina dan teman-temannya telah membuat semua teman-temanku
geram. Hanya karena tahu bahwa Sisca pernah mempunyai perasaan ke Fadil dan
Rizal juga memiliki perasaan ke Lina, Fadil ngediemin semua teman-temanku.
Rizal menarik Fadil menjauh dari
keramaian. Dengan nada santai Rizal berkata, “Kamu kenapa? Ada masalah sama
aku? Ngomong aja. Nggak usah diem kaya
gitu. Nyolot tau nggak.”
Fadil hanya terdiam, menunduk dan
menggelengkan kepalanya. Seperti orang bisu, dia sama sekali tidak menjawab
pertanyaan Rizal.
“Ya elah ngomong aja kali, kalo
nggak suka tuh bilang aja. Biar nggak jadi masalah. Kamu gak suka kalau aku
juga suka sama Lina? Santai aja kali. Aku emang suka sama Lina tapi aku nggak
sejahat itu kali, aku nggak akan rebut dia dari kamu. Jadi kamu nggak perlu
khawatir sampai kamu bersikap kaya gitu.”, Rizal mencoba untuk memberi
penjelasan kepada Fadil dengan nada tenang. Namun Fadil masih saja terdiam,
seperti sama sekali tidak menghiraukan kata-kata Rizal.
Disisi lain ada Sisca yang
mencoba menyelesaikan masalah dengan Lina. Sisca mengajak Lina untuk berbicara
empat mata. Sisca mulai menjelaskan semuamya, “Lin aku emang bilang punya
perasaan yang berbeda sama Fadil, tapi itu belum jadi suka. Dan itupun dulu
sebelum aku tahu bahwa kamu juga sedang dekat dengan Fadil. Sekarang perasaan
itu sudah tidak ada lagi jadi kamu tidak perlu khawatir sampai harus bersikap
tidak seperti biasanya denganku dan teman-temanku.”
“Iya Sis, santai aja. Aku tau
kok.”, jawab Lina dengan singkat.
Tak lama kemudian terdengar suara
ribut. Sisca dan Lina pun bergegas menghampiri keributan tersebut. Ternyata
disitu Fadil dan Rizal sedang berkelahi. Tidak ada satu orangpun yang mencoba
untuk melerai. Karena mereka sudah cukup kesal dengan sikap Fadil. Lina memeluk
Fadil yang terjatuh karena pukulan Rizal. “Sudah Rizal cukup! Kenapa sih nggak
ada satu orangpun yang melerai.”
“Heh Lin, Fadil itu sudah cukup
kurang ajar ya. Apa coba maksud sikapnya. Aku sudah menjelaskan semuanya cuma
tanggepan dia apa? Dia hanya diam, seperti tidak menghargai aku. Mereke semua
menyaksikan sendiri tadi. Makanya tidak ada satupun yang mencoba untuk melerai
karena sikap Fadil itu benar-benar nyolotin.”, Rizal tampak sangat kesal,
nafasnya tidak beraturan dan tangannya pun mengepal.
Lina hanya menangis dan Fadil pun
masih terdiam. Namun tak lama kemudian Fadil berbicara. “Jelas aku nggak suka
kalau kamu diam-diam ternyata suka sama Lina, Lina kan posisnya sedang dekat
denganku.”
“Dekat! Tapi belum jadi pacar
kamu kan? Jadi hak aku kalau aku suka sama dia. Kalau kamu mau aku berhenti
menyukai dia, nyatakan ke Lina kalau kamu sayang sama dia dan minta dia jadi
pacar kamu sekarang juga.” , tegas Rizal. Fadil hanya terdiam. “Kenapa diam?
Coba ngomong sekarang ke Lina kalau kamu sayang sama dia.”
“Maaf aku belum bisa.”, jawab Fadil
dengan kepala tertunduk.
Lina terkaget dan
bertanya,”Kenapa Dil? Bukannya kita sudah dekat sekali, bahkan bisa dibilang
hampir seperti orang pacaran. Pasti semua karena Rizal dan Sisca kan?”
“Bukan karena itu Lin. Hanya saja
aku sudah mencoba untuk sayang sama kamu tetapi tidak bisa. Aku masih belum
bisa melupakan mantan pacarku, aku masih sayang dia.”, jelas Fadil sampil
menggengganm tangan Lina dan menatap mata Lina yang berlinangan air mata.
Lina melepas genggaman tangan
Fadil dan pergi memeluk Sisca,”Sis maafin aku ya, aku sudah jahat sama kamu.
Ternyata Fadil tidak pernah sayang sama aku.”, ucap Lina sambil berlinangann
air mata.
“Iya Lina nggak apa-apa, kamu
yang sabar ya.”, Sisca mencoba menenangkan.
“Asik berarti sekarang sudah
tidak ada masalah lagi dong nih, jadi bisa main bareng lagi.”, candaku sambil
merangkul Sisca dan Lina.
Rizal mendekat kemudian
menggenggam tangan Lina lalu berkata, “Ya sudah Lin, kan masih ada aku yang
sayang sama kamu. Aku siap kok jadi pacar kamu kalo kamu mau.”
“Ah itu mah mau kamu. Mencari
kesempatan dalam kesempitan.”, cetus Bobby sambil menoyor kepala Rizal kemudia
merangkulku. Sekarang mereka semua sudah berteman lagi seperti biasanya. Rizal
masih mencoba untuk mendekati Lina, Fadil sudah mulai jarang masuk kuliah karena
merasa diasingkan di kelas, dan Sisca pun sekarang berteman baik dengan Lina.
Senang sekali kalau semua berakhir dengan baik-baik saja dan semua sudah
berteman kembali.
0 komentar:
Posting Komentar